loading...

Wednesday, August 30, 2017

SEJARAH AROMATERAPI

Secara gamblang, aromaterapi adalah pengunaan minyak-minyak tumbuhan yang mudah menguap, termasuk minyak esensial. Aromaterapi digunakan untuk kebutuhan fisik maupun fisiologis. Kata aromaterapi baru mulai diperkenalkan setelah abad ke-20, namun pondasi dari aroma terapi sudah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Penggunaan minyak esensial sudah pernah digunakan bahkan hingga seribu tahun yang lalu.
Bangsa Cina, terkenal sudah memakai tumbuhan beraroma sebagai kebudayaan mereka, dan digunakan untuk kebaikan (kesejahteraan) jiwa dan raga. Bangsa Cina menggunakannya dengan membakar dupa untuk menciptakan kondisi yang berimbang dan penuh harmoni.
Beberapa abad setelahnya, bangsa Mesir kemudian menciptakan mesin distilasi yang belum sempurna. Mesin ini bisa mengeluarkan minyak dari pohon Cedar. Beberapa pendapat mengatakan bahwa teknik distilasi ini sudah pernah digunakan oleh bangsa India dan bangsa Persia (kini Iran), namun sedikit bukti yang membuktikan hal itu.
Minyak yang berasal dari pohon cedar,cengkeh, kayu manis, dan pala digunakan oleh bangsa Mesir untuk membalsem mereka yang sudah meninggal. Saat makam-makam di Mesir dibuka pada awal abad ke-20, sisa sisa rempah-rempah ditemukan dengan bagian tubuh dari mayat yang ada. Bau dari rempah-rempah tersebut masih tercium walaupun tipis. Bangsa Mesir juga menggunakan minyak dan tumbuhan herbal yang lain sebagai bahan persiapan untuk kegiatan spiritual, kedokteran, wewangian dan juga kegunaan kosmetik. Bahkan diduga bahwa bangsa Mesir menggunakan kata perfume, berasal dari bahasa Latin per fumum, yang berarti melewati asap. Pada jaman itu kaum laki-laki bangsa Mesir juga menggunakan parfum seperti layaknya para wanita. Mereka menggunakan semacam kerucut solid di kepala mereka, yang lama kelamaan mencair dan menutupi tubuh mereka dengan aroma wangi.
Bangsa Yunani belajar banyak hal tentang aroma terapi dari bangsa Mesir. Ditambah dengan ilmu pengetahuan yang tinggi dari bangsa Yunani, mereka bisa mengunakan minyak minyak hasil ekstraksi itu selain untuk aroma, juga sebagai anti radang kulit, dan menyembuhkan luka.  Bangsa Romawi meneruskan tradisi tersebut, dan bahkan menemukan 500 jenis tumbuhan yang bisa digunakan sebagai aromaterapi dan sebagai pengobatan. Bangsa Romawi juga mengembangkan teknologi ekstraksi bukan hanya pada minyak esensial dari pohon, tetapi juga mengekstrak sari aromatik bunga.
Kemajuan pesat untuk distilasi minyak esensial ini terjadi karena penemuan pipa pendingin berulir pada abad ke-11. Ilmuwan kelahiran Persia (Iran) bernama Avicenna (Indonesia: Ibnu Sina) menciptakan pipa berulir untuk penghasil aroma ini menguap dan dingin lebih efektif dan cepat dibandingkan dengan mesin distilasi sebelumnya yang menggunakan pipa pendingin lurus. Kontribusi dari Ibnu Sina membuat distilasi lebih fokus kepada minyak esensial dan kelebihannya.
Pada abad ke-12, seorang kepala asrama biarawati bernama Hildegard menanam dan kemudian mengambil sari dari Lavender untuk kebutuhan kedokteran.
Pada abad ke-13, industri farmasi lahir. Hal ini mendorong distilasi minyak esensial secara besar-besaran.
Selama abad ke 14 kejadian Black Death terjadi dan membunuh jutaan orang. Persiapan tumbuhan-tumbuhan herbal digunakan untuk melawan pembunuh yang kejam ini. Pada masa itu dipercaya bahwa beberapa aroma yang digunakan dapat menghindarkan wabah yang menyebar karena kontak yang konstan dengan herbal-herbal aromatik natural itu.
Pada abad ke-15 lebih banyak tumbuhan ditanam dan di distilasi untuk mendapatkan minyak esensial kemenyan, juniper, mawar, dan rosemary. Pertumbuhan ini diikutin dengan banyaknya buku-buku dan karya yang membahas tentang herbal-herbal aroma terapi ini. Selanjutnya pada abad ke-16 dan ke-17 minyak minyak herbal ini dapat di beli di toko yang di sebut “apothecary” dan lebih banyak lagi minyak-minyak tersebut.  Pada abad ke-19 ditemukan tempat untuk wadah minyak-minyak tersebut dan persebaran minyak esensial semakin luas.
Pada awal abad ke-20 ilmu pengetahuan semakin kompleks dalam memisahkan minyak-minyak esensial yang digunakan untuk membuat bahan kimia sintetis dan obat-obatan. Hal ini menjadikan pemisahan anatara obat dan aroma terapi lebih menguntungkan, dan disebut sebagai “kedokteran modern”.
Seorang ahli kimia Perancis bernama René-Maurice Gattefossé. Dia lebih fokus dalam menggunakan distilasi minyak esensial untuk keperluan kedokteran. Pada suatu kejadian lengannya terbakar, dan secara reflek mencelupkan ke minyak aroma terapi, aroma lavender. Lengan yang terbakar sembuh dengan cepat dan hanya menyisakan sedikit bekas luka. Pada tahun 1937, René-Maurice Gattefossé menulis buku bahasa Perancis berjudul Aromathérapie: Les Huiles essentielles hormones végétales yang kemudian di alih-bahasakan bahasa Inggris menjadi Gattefossé’s Aromatherapy.
Tokoh lain yang berjasa bagi perkembangan aromaterapi adalah Jean Valnet, Madam Marguerite Maury, and Robert B. Tisserand. Jean Valnet dikenal sebagai orang yang mendedikasikan hasil kerjanya dalam menggunakan minyak esensial untuk membantu menyembuhkan prajurit perang yang terluka dan dikenal karena bukunya, The Practice of Aromatherapy. Robert B. Tisserand dikenal sebagai aromaterapist Inggris yang bertanggung jawab dalam membawa masuk aromaterapi ke Negara-negara berbahasa Inggris. The art of Aromatherapy adalah buku yang terbitkan pada tahun 1977, dan menjadi buku aromaterapi pertama yang berbahasa Inggris.
Pada akhir abad ke-20 dan memasuki awal abad ke-21, menunjukkan semakin tinggi minat dan keinginan untuk menggunakan produk-produk natural termasuk minyak-minyak esensial untuk terapi, kosmetik dan wewangian aromatik. Akhir-akhir ini, peningkatan perhatian terhadap penggunaan aroma terapi di tambah dengan semakin mudahnya informasi aroma terapi di buku dan internet menjadikan penggunaan aromaterapi semakin meningkat sebagai terapi, kosmetik dan wewangian (parfum).


No comments:

Post a Comment