Kerja sama usaha bukan
kerja sama yang bersifat instant atau sekali jadi, melainkan melalui proses panjang yang harus dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan berbagai
aspek atau faktor.
1) Etika Bisnis Dalam Kerja Sama
Seorang wirausaha dengan
segala kelebihan dan kekurangannya memerlukan kerja sama dengan pihak lain,
yang pada gilirannya tercapai Win-win Solution. Kerja sama yang baik akan
tercipta, bila kerjasama tersebut dilandasi nilai-nilai kerja sama yang
disepakati bersama. Salah satu yang harus diperhatikan dalam masalah kerja sama
usaha ini adalah “Etika Bisnis dalam Bekerja sama”. John L. Mariotti (1993)
mengungkapkan ada 6 dasar etika bisnis yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Karakter, integritas, dan kejujuran
Setiap orang pada
hakekatnya memiliki karakter yang berbeda antara yang satu dengan yang lain,
sehingga karakter menunjukkan personality atau kepribadian seseorang yang
menunjukkan kualitas yang
dimiliki oleh seseorang atau sekelompok komunitas tertentu.
Seorang yang memiliki
karakter yang baik, biasanya memiliki integritas diri yang tinggi. Jadi, yang
dimaksud dengan integritas adalah sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan
yang utuh, sehingga dapat memancarkan kewibawaan. Oleh karena itu, seseorang yang
berintegritas tinggi biasanya memiliki kejujuran lebih dari mereka yang
integritas dirinya kurang. Dengan demikian, kejujuran menunjukkan ketulusan
hati dan sikap dasar yang dimiliki setiap manusia.
Sudah seharusnya seorang
wirausaha memilih mitra kerja yang selain jujur juga potensial. Ia juga
memiliki karakter dan integritas yang tinggi. Karakter, integritas, dan
kejujuran merupakan tiga hal yang saling terkait atau merupakan satu kesatuan
yang membentuk “pribadi tangguh”. Wachyu Suparyanto (2004) dalam bukunya yang
berjudul “Petunjuk Untuk Memulai Berwirausaha” mengatakan “Mitra kerja yang
sempurna adalah yang mempunyai kemampuan dalam berbagai hal melebih i kemampuan
kita serta jujur karena jika kemampuannya sangat tinggi, tapi tidak jujur dia
akan membohongi kita atau dengan kata lain pagar makan tanaman. Di sisi
lain jika mitra kita jujur tetapi kemampuannya rendah,
dia akan membuat kita lelah.”
Untuk memahami etika
pertama ini, coba Anda ingat dan buka kembali modul 3 tentang Kiat Membangun
Sikap Jujur dan Disiplin.
b) Kepercayaan.
Kepercayaan adalah
keyakinan atau anggapan bahwa sesuatu yang dipercaya itu benar atau
nyata. Kepercayaan merupakan
modal dalam berbisnis
yang tidak muncul begitu saja
atau dadakan, kepercayaan lahir dan dibangun dari pengalaman. Oleh karena itu,
kepercayaan dimunculkan dari proses yang mungkin dalam waktu singkat, bahkan
bisa pula dalam waktu yang lama.
Seorang wirausaha yang
akan berkerja sama dengan pihak atau orang lain akan memilih mitra yang ia
percaya, yang telah melalui proses uji kelayakan sebagai mitra. Proses
pengujian ini dapat dilakukan baik melalui pengamatan maupun membaca track
record calon mitra, baik secara langsung maupun melalui pihak lain yang
dipercaya. Sudah selayaknya mitra yang diajak berkerja sama adalah orang atau
pihak yang benar-benar dapat dipercaya, karena sekali salah memilih mitra maka
akan sulit membangun kembali kepercayaan.
c) Komunikasi yang terbuka.
Dikarenakan kerja sama
didasarkan atas kepentingan kedua pihak, maka dalam kerja sama usaha harus ada
komunikasi yang terbuka antara keduanya. Komunikasi kedua pihak penting,
mengingat dalam usaha atau bisnis memerlukan banyak informasi untuk menunjang
kepentingan usaha. Pertukaran informasi dan diskusi kedua pihak mengenai usaha
bersama yang dijalankan tidak mungkin terjadi jika salah satu pihak menutup
diri atau kurang terbuka. Oleh karena itu, komunikasi yang terbuka merupakan
salah satu dasar bermitra yang harus dibangun.
d) Adil
Telah diungkapkan pada
uraian terdahulu bahwa maksud dan tujuan dari kerja sama adalah “Win-win
Solution”, yang bermakna bahwa dalam kerja sama harus ada keadilan di antara
kedua pihak. Artinya bahwa bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka
bukan hanya salah satu pihak saja yang harus menanggung kerugian tersebut,
melainkan harus ditanggung bersama. Begitu pula sebaliknya, bila mendapatkan
keuntungan, keduanya pun memperoleh keuntungan. Besarnya kerugian dan
keuntungan bagian masing-masing ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama pada
awal kontrak kerja sama ditandatangani, yang biasanya didasarkan pada sumbangan
masing-masing pihak dalam kerja sama tersebut.
Dengan demikian, adil
menunjukkan sikap tidak berat sebelah atau menguntungkan/merugikan pihak lain.
Adil memang mudah untuk diucapkan, namun berat untuk dilaksanakan oleh manusia
karena hanya Allah yang maha adil.
e) Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra.
Seorang wirausaha
yang melakukan kerjasama
usaha dengan pihak
lain memiliki motivasi tertentu, yang dibentuk oleh keinginan-keinginan
tertentu yang akan diraihnya dari kerja sama tersebut. Dapat dikatakan bahwa
hampir tidak ada kerja sama yang
tidak didasari keinginan-keinginan tertentu
dari pihak yang bermitra tersebut.
Keinginan-keinginan dari
kedua pihak dapat keinginan yang bersifat ekonomi, seperti keinginan untuk
lebih maju dan berkembang, keinginan memperluas pasar dan sebagainya, maupun
keinginan nonekonomi, seperti peningkatkan kemampuan dan pengalaman
serta pergaulan usaha
yang lebih luas.
Keinginan-keinginan tersebut akan menjadi penggerak atau motivator uantuk
menjalankan kerja sama secara harmonis.
f) Keseimbangan antara insentif dan resiko.
Sebagaimana dalam aspek
“adil’ yang diuraikan sebelumnya, aspek keseimbangan antara insentif dan resiko
dapat pula bermakna adil. Artinya, dalam berbisnis, pasti akan ada resiko yang
harus dipikul masing-masing pihak dan ada insentif yang diterima masing-masing
sebagai hasil atau dampak dari resiko yang ditanggung tersebut.
Keseimbangan antara
insentif dan resiko senantiasa
ada selama kerja
sama usaha tersebut ada dan kedua pihak sepakat untuk tetap
mempertahankannya. Bila salah satu pihak sudah tidak sanggup untuk menjalankan
resiko, maka otomatis insentif berupa keuntungan pun tidak akan diraihnya dan
tentu saja ini akan menganggu kontinuitas kerja sama usaha.
2) Pedoman Kerja sama
yang Efektif dan Efisien
Uraian di atas diketahui
bahwa tujuan kerjasama secara mikro, adalah untuk: a) Meningkatkan pendapatan
dan skala usaha pihak yang berkerja sama dan b) Meningkatkan perolehan nilai
tambah bagi pihak yang berkerja sama. Tujuan ini tidak akan tercapai, bila
kerja sama yang terjalin tidak berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena
itu diperlukan pedoman bagi setiap wirausaha atau siapa pun yang akan melakukan
kerja sama.
H. Kusnadi (2003) dalam
bukunya “Masalah, Kerja sama, Konflik, dan Kinerja” menguraikan bahwa dalam
membangun kerja sama yang efektif dan efisien terdapat beberapa pedoman yang
harus dipatuhi, yaitu:
a) Kesadaran diri.
Kedua pihak yang bermitra
harus menyadari bahwa kerja sama yang dibangun tidak akan mencapai tujuan bila
hanya dijalankan oleh seseorang, melainkan harus disadari bahwa kerja sama
tersebut merupakan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan bersama.
1) Memahami konsep persamaan dan perbedaan
manusia.
Harus disadari bahwa
setiap manusia memiliki perbedaan yang ditandai dari kekurangan, kelebihan,
dan potensi masing-masing. Perbedaan
inilah yang justru menjadi
pendorong untuk melakukan kerja sama.
2) Adanya tujuan dan target yang jelas.
Hal ini penting dan
ditetapkan secara jelas serta disepakati
secara bersama, sehingga akan mempermudah untuk mencapainya.
3) Adanya ilmu dan teknologi yang relevan
Ilmu dan teknologi merupakan faktor
yang membantu proses kerja sama berjalan secara baik dan
berhasil. Oleh karena itu tanpa kedua
aspek tersebut kerja sama usaha
belum tentu akan
mendatangkan kesuksesan. Hal
ini mengingat kemajuan zaman yang ditandai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi yang demikian cepat, sehingga menuntut para wirausaha yang untuk
memilki dan menyesuaikan diri dengan ilmu dan teknologi yang relevan dengan
usahanya.
4) Serius, santai, dan tidak tegang.
Ketiga hal ini akan
menjadikan kerja sama yang dibina menjadi sesuatu yang menyenangkan. Dengan
kondisi demikian, maka kerjasama diharapkan dapat dijalankan dengan baik dan
berhasil karena dapat melahirkan cara berpikir yang jernih dan rasional.
5) Komunikasi yang baik.
Hal ini
telah diuraikan pada
salah satu point
dari etika bisnis
dalam kerjasama. Yang pada intinya, komunikasi yang baik akan
menciptakan kondisi kerja yang kondusif untuk tercapainya tujuan atau target
kerjasama.
6) Dukungan yang menyeluruh.
Seorang Wirausaha
tidak berdiri sendiri,
ia dibantu oleh
pihak lain khususnya yang secara
struktural memiliki ikatan dalam organisasi usaha yang dipimpinnya. Oleh karena
itu, kerja sama usaha yang dijalan harus melibatkan pula seluruh pihak yang ada
atau dengan perkataan lain kerja sama tersebut harus mendapat dukungan secara
menyeluruh. Dengan dukungan tersebut, maka target yang ingin dicapai dari
kerjasama dapat dengan mudah diraih.
7) Adanya perhatian.
Perhatian di sini dalam
konteks yang luas, yaitu baik dari sesama kalangan usaha, pihak keluarga maupun
pemerintah dan pihak terkait. Kerja sama akan tercipta dengan baik bila ada
perhatian dari semua pihak.
8) Adanya kewajaran.
Kerja sama tidak dapat
dipaksakan dan menyeluruh karena tidak semua hal memerlukan kerja sama. Dalam
kerja sama usaha, masing-masing pihak memberi kontribusi yang wajar sesuai
dengan potensi dan kapasitas masing- masing pihak.
9) Adanya keterbukaan.
Hal ini hampir mirip
dengan masalah komunikasi yang baik. Keterbukaan merupakan kunci dari
komunikasi yang baik, karena tanpa keterbukaan komunikasi menjadi terhambat.
Oleh karena itu, agar kerja sama dapat berjalan dengan baik diperlukan
keterbukaan dari semua pihak.
10) Dapat meramalkan masa depan.
Kerja sama bukan hanya
untuk kepentingan saat ini dan sesaat, melainkan
untuk jangka
waktu panjang dan
jauh ke depan.
Kerja sama yang
baik diperlukan agar dapat meramalkan kondisi usaha yang akan dihadapi
pada masa depan, seperti dapat mengetahui keadaan pesaing, kondisi ekonomi,
serta kemungkinan perluasan pasar.
11) Adanya kompetensi.
Kerja sama selalu
diarahkan untuk mencapai sasaran tertentu. Kerja sama
tidak dilaksanakan tanpa arah, karena tanpa arah, atau
kompetensi tertentu, maka kerja sama akan menjadi sia-sia.
12) Adanya keeratan semua
pihak yang terlibat dalam kerja sama.
Semua pihak yang terlibat
dalam ikatan kerja sama usaha merupakan satu
tim kerja (team work)
yang harus berkerja secara sinergi atau saling menunjang dan melengkapi sebagai
satu kesatuan. Hal ini perlu karena tidak mungkin kerja sama hanya dijalankan
oleh salah satu pihak atau seorang diri.
3) Dua Hal Penting yang
Harus Diperhatikan Dalam Kerja sama
Pietra Saroja (2004)
dalam bukunya yang berjudul “Langkah Awal Menjadi Entrepreneur Sukses”,
mengatakan bahwa dalam kerja sama ada dua hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:
a) Pemilihan rekan bisnis yang tepat.
Sebagaimana dalam uraian
sebelumnya, bahwa kepercayaan diperlukan dalam kerja sama. Namun, kepercayaan
dihasilkan dari proses yang panjang. Memilih rekan bisnis tidak dapat dilakukan
secara sembarangan karena mitra bisnis haruslah yang dapat dipercaya. Kesalahan
dalam memilih rekan bisnis akan berakibat fatal karena akan mengancam hubungan
harmonis kedua pihak.
Agar tidak salah dalam
memilih mitra yang akan diajak kerja sama, maka harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Jangan jadikan uang sebagai pertimbangan
utama.
Modal dari kerja sama
tidak semata-mata masalah uang, uang hanyalah salah satu aspek dari kerjasama.
Oleh karena itu, untuk membangun kerja sama yang baik jangan menjadikan uang
sebagai satu-satunya faktor atau aspek yang harus dipertimbangkan, karena sebagaimana
pada uraian sebelumnya ada motivasi ekonomi dan nonekonomi yang mendorong kerja
sama.
2) Kenali calon rekan bisnis Anda.
Pihak yang diajak
berkerja sama dapat berasal dari berbagai kalangan yang mungkin sekali kita
belum mengetahui asal usulnya serta perjalanan kariernya dalam berbisnis (track
record). Untuk menjalin kerja sama yang baik, jangan memilih rekan bisnis hanya
melihat dari kulitnya saja, kenalilah dia kalau dapat sampai ke tulang
sumsumnya atau keadaan yang sebenarnya. Semua ini diperlukan, agar kita tidak
kecewa dikemudian hari yang akan menghancurkan usaha kita.
3) Lakukan pendekatan-pendekatan di luar bisnis.
Agar dapat
mengenal calon mitra
yang akan diajak
kerja sama lakukan pendekatan-pendekatan, yang tidak
harus dalam konteks bisnis. Lakukan pendekatan di luar bisnis, misalnya pada
acara syukuran calon mitra, hari ulang tahunnya atau pada acara
moment-moment penting yang kebetulan
dapat bertemu.
4) Minta penilaian dari orang yang bisa
dipercaya.
Sebelum memutuskan siapa
yang akan di ajak berkerja sama, cobalah untuk meminta pendapat atau penilaian
orang lain mengenai calon mitra kita. Orang yang diminta menilai haruslah orang
berkompeten dan dapat dipercaya yang dapat menilai secara obyektif, bisa saja
orang tersebut adalah konsumen, tenaga lapangan, pesaing atau lembaga terkait.
Penilaian sendiri biasanya bersifat subyektif karena dipengaruhi faktor-faktor
yang bersifat emosional. Padukan penilaian Anda dan penilaian dari pihak yang
diminta untuk menilai, sehingga diperoleh kesimpulan yang akurat mengenai calon
mitra yang akan di ajak kerja sama.
b) Adanya Perjanjian yang Berkekuatan Hukum.
Pada awal
uraian modul ini
dikemukakan bahwa kerja
sama sebaiknya disepakati dalam
suatu “kontrak kerja sama”. Kontrak kerja sama yang memuat tentang berbagai hal
yang disepakati sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini dimaksudkan bila
terjadi sesuatu, misalnya pengingkaran kesepakatan oleh salah satu pihak, maka
ada bukti yang kuat untuk menuntut. Akan tetapi, lebih baik lagi bila
perjanjian kesepakatan yang dibuat memiliki kekuatan hukum.
Ada beberapa
upaya yang bisa
dilakukan dalam membuat
perjanjian yang berkekuatan
hukum, yaitu:
1) Buat perjanjian hitam di atas putih.
Perjanjian yang hanya
dilakukan secara lisan tidak memiliki kekuatan hukum dan dalam waktu yang
singkat sudah dapat dilupakan atau berubah. Oleh karena itu, perjanjian secara
tertulis akan lebih menjamin dan mengikat kedua pihak. Untuk memperkuat secara
hukum, maka perjanjian dibuat di atas kertas segel atau bermaterai.
Sebelum perjanjian
ditandatangani kedua pihak, maka kedua pihak harus terlebih dahulu membaca
dengan seksama isi dari perjanjian tersebut. Setelah semua setuju atau sudah
direvisi (bila sebelumnya ada sesuatu yang kurang atau tidak disepakati), maka
barulah kedua pihak menandatanganinya. Masing- masing pihak yang bermitra harus
memiliki salinan dari perjanjian tertulis tersebut.
2) Carilah saksi dalam penandatangan perjanjian.
Perjanjian hendaknya
dibuat dengan disaksikan
oleh beberapa orang atau pihak sebagai saksi, sebaiknya ada
saksi yang mewakili kedua pihak yang mengikat perjanjian kerja sama. Agar isi
perjanjian mengikat kedua pihak dan kedua pihak tersebut berusaha semaksimal
mungkin untuk mentaati isi perjanjian, maka perjanjian tersebut harus
ditandatangani pula para saksi. Saksi inilah yang nanti akan bicara seandainya
ada salah satu pihak yang mengingkari isi perjanjian.
3) Materaikan perjanjian.
Sebagaimana uraian
sebelumnya, agar perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan hukum harus dibuat di
atas kertas segel atau bermaterai.
4) Pergi ke notaris.
Agar lebih memiliki
kekuatan hukum, maka perjanjian sebaiknya dilakukan di depan notaris. Selain
memberi kekuatan hukum, notaris dapat pula berperan sebagai saksi.
5) Jangan lanjutkan kerja sama bila ada pihak yang tidak mau menandatangani.
Kerja sama
baru dapat dikatakan
terjadi apabila pihak-pihak
terkait, khususnya kedua pihak yang bermitra telah menandatangi surat
perjanjian. Bila ada salah satu pihak tidak mau menandatangi, berarti
perjanjian kerja sama tersebut tidak dapat dilanjutkan.
loading...
Artikel-Materi
Menarik Terkait Lainnya
|
|
SELAMAT BELAJAR DAN SEMOGA SUKSES
|